Kabinet Keamanan Israel pada Kamis (7/8) menyetujui rencana yang diusulkan oleh Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu agar militer "mengambil alih" Gaza City dan daerah sekitarnya.
Menurut kantor Netanyahu pada Jumat (8/8), Pasukan Pertahanan Israel (Israel Defense Forces/IDF) akan mempersiapkan pengambilalihan tersebut sembari mendistribusikan bantuan kemanusiaan kepada warga sipil di luar zona tempur.
Rencana pengambilalihan Gaza oleh Israel telah mendapat kecaman luas dari masyarakat internasional.
Presiden Dewan Eropa Antonio Costa pada Jumat itu meminta Israel untuk mengurungkan keputusan tersebut, seraya memperingatkan di platform media sosial X bahwa langkah tersebut akan menimbulkan konsekuensi bagi hubungan Uni Eropa-Israel.
PM Inggris Keir Starmer mengatakan bahwa keputusan tersebut tidak akan membawa dampak apa pun untuk mengakhiri konflik atau menjamin pembebasan para sandera, seraya mendesak peningkatan bantuan dan upaya-upaya baru untuk mencapai solusi dua negara.
Prancis memperingatkan tindakan semacam itu akan secara serius melanggar hukum internasional, menyebabkan kebuntuan politik, dan mengancam stabilitas regional, sekaligus tidak menghasilkan apa pun untuk meningkatkan keamanan Israel.
Kementerian Luar Negeri Mesir menyebut langkah tersebut sebagai upaya mengukuhkan "pendudukan ilegal Israel atas wilayah Palestina," melanjutkan "perang genosida" di Gaza, dan melenyapkan semua "fondasi kehidupan" bagi rakyat Palestina.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Liga Arab Ahmed Aboul Gheit mengatakan dalam sebuah pernyataan langkah tersebut merupakan cerminan dari niat Israel untuk sepenuhnya menduduki Gaza sejak dimulainya perang dan menghentikan perjuangan Palestina.
Sekjen PBB Antonio Guterres pada Jumat yang sama juga mengatakan bahwa Gaza adalah dan harus tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari Negara Palestina.
SOUNDBITE (Bahasa Inggris): STEPHANIE TREMBLAY, Associate spokesperson untuk sekjen PBB
"Sekjen PBB sangat khawatir dengan keputusan pemerintah Israel untuk 'mengambil alih Gaza City.' Keputusan tersebut menandai eskalasi berbahaya dan berisiko memperdalam konsekuensi yang sudah menjadi bencana bagi jutaan warga Palestina, dan selanjutnya dapat membahayakan lebih banyak nyawa, termasuk nyawa para sandera yang tersisa.